Antah Berantah …

Ada sepetak tanah berumput di depan Phoenix ketika aku terbangun dari tidur panjangnya. Dan deretan panjang pepohonan yang menjulang tinggi. Ah, inikah surga? Ups, ternyata bukan. Ini masih di dunia. Dunia yang berbeda dengan yang sebelumnya. Rumput ini hidup. Pohon juga hidup. Ini bukan gambar yang bergerak. Ini benar-benar terjadi. Phoenix hanya bisa menaungi tubuhnya yang hampir polos tak berbusana. Bulunya yang dulu indah kini baru muncul satu dua. Phoenix melihat sekelilingnya, dan sekali lagi terkesiap heran. Ada burung gagak yang besar sekali di sana. Ada 3 ekor malah. Yang satu hobinya menceracau panjang tanpa henti. Yang satu, lebih kecil, hanya memandang angkuh pada Phoenix, dan yang satu lagi terlihat kebapakan meski roman mukanya tak ada kepedulian.

Pelahan, Phoenix bangkit dan mencoba berdiri di kedua kakinya yang masih gemetar. Rupanya bangun dari kematian yang panjang membuatnya tak setegar dulu. Badannya yang hampir polos itu terkejut dengan hawa dingin yang menyengatnya. Aneh. Ini siang hari, tapi suasananya sangat dingin. Berbalur di udara, ada aroma keserakahan yang muncul di sana. Ada aroma kesombongan. Ada aroma kelicikan. Sambil mengerjap karna silau sang api langit, Phoenix mencoba menyapa. Dan ceracau itu terdengar lagi. Keangkuhan itu menebar lagi. Phoenix hanya bisa mendesah pelan.

Tubuh anak-anaknya tak terlihat. Sarang kecil rusak yang dulu sempat dibangunnya juga tak ada. Mimpikah itu? Phoenix tahu dalam hati bahwa itu adalah kehidupan mimpinya yang sudah rusak. Sambil menghela napas berat, Phoenix meredam gejolak yang muncul di dadanya. ‘This time, I have to be tough! I have to be different! I must live for my entire family’. Dan sebuah kehangatan kecil menyeruak masuk. Meski tak cukup hangat, Phoenix tahu dia harus bangkit dan mengalahkan rasa dingin itu. Mengalahkan egonya sendiri.

“Selamat datang dunia yang baru!”, teriak Phoenix. Dan Gagak-gagak itu tertawa jumawa. Phoenix merogoh ke dalam relung hatinya. Sebuah topeng baru. Topeng itu punya mulut yang tersenyum setiap saat. Pelahan Phoenix mengenakannya sambil tersedu. ‘I must live for my family. They deserve to live better than me’, janji Phoenix dalam hati. Meskipun dia tahu, itu sangat sulit dilakukannya. Tapi Phoenix bertekad dalam hati. ‘Its not personal. Its just business.’

Dan … sebuah jalan setapak mulai muncul di hadapannya. Phoenix mulai menapak selangkah demi selangkah. Tapi kali ini, langkahnya terasa mantap. Phoenix tak lagi menghiraukan tangis hatinya yang mulai mengucur pelahan. Sakit ini adalah hiburan, yang lebih baik daripada kematian. Sakit ini akan membawa keluarganya keluar dari kegelapan.

Itu harapan Phoenix. Kelahirannya Kembali. Kematian telah dikalahkannya!